Jumat, 26 Februari 2016

Wat Po... Sekolah Thai masage

Hari ketiga di Bangkok, dimulai dengan minum kopi. Kalau belum minum kopi, artinya belim bangun tidur😀😀. Harusnya hari ini kami ke Pataya, tapi karena alasan transportasi akhirnya agenda itu kami batalkan. Istilah Pak Harto dulu, "ora nang Pataya yo ora pathe'en." Hidup ini kita buat sederhana saja. Dan itu sekaligus tips buat kalian yang ingin ke luar negeri. Jangan memaksakan diri, kalau memang dirinya tidak mau dipaksa hahaha.
Jam 10 kami berangkat dari hotel, nawaitu ke Wat Po kuil Budha Tidur, jalan kaki, demi disebut backpacker😀😀. Tapi kami tidak langsung ke lokasi, mampir-mampir dulu. Pertama mampir ke pusat informasi tourist. Lhadhalah di sana malah ketemu mbak Wulan, mahasiswa Indonesia asal Bali yang lagi praktek kerja di Tourist Information Bangkok. Kami banyak dapat banyak info penting dari mbak Wulan. Plus banyak mengambil leaflet/buku pariwisata Thailand. Sepertinya Indonesia, atau Jogjaku yg istimewa itu perlu belajar deh soal kelengkapan info turisme.
Dari tourist information office kami menuju OK Star Bung Coffe. Kemarin hanya kami lewati, dan sekarang kami singgahi. Pesan 2 cangkir kopi, dan 2 cangkir teh tarik, atau mereka menyebutnya Thai tea. Terserahlah apapun namanya, yg penting kami nikmati. Di situ kami beli karopok alias kerupuk hahaha mirip kan namanya, khas Narathiwat, Patani. 1 cangkir minuman itu dihargai 5 bath, kurang dari 2000 rupiah, plus bonus 1 sticker brand "star bung". Gila juga ibu pemilik warung, sekedar kaki lima kelas ecek-ecek tapi sadar promosinya bagai perusahan multinasional. Ibu itu juga senang kalau warung beserta dirinya di photo. Nah ini pelajaran penting buat warung angkringan di Jogja... sadar promosi itu penting.
Dari ngangkring, kami memulai perjalanan ke Wat Po, melewati universitas Tamashat. Tepat di ujung Grand Palace, ambil kanan sedikit terus belok kiri lurus sampai ketemu Wat Po.
Dengan segala kesabaran dan keikhlasan sampailah kami di Wat Po. Masuk ke Wat Po harus membayar 200 Bath. Tanpa basa-basi begitu masuk, langsung menuju ruangan utama. Tempat Reclining Budha, Budha yang sedang berbaring miring, dengan kepala bertelekan tangan. Patung Reclining Buddha dibuat dari semen yang dilapisi kertas emas. Ukurannya cukup besar 46 m x 15 m. Tentu sulit mengambil gambar secara utuh, harus sepotong-sepotong. Di bagian belakang patung Reclining Budha, ada mangkok-mangkok berisi koin. Mau mengetahui keberuntungan Anda? Belilah koin semangkok yang dihargai 20 bath, lalu masukkan koin-koin itu ke dalam mangkok-mangkok yang berbari rapi di sisi kanan. Kalau bisa mencapai akhir, maka anda beruntung. Jelas beruntung, karena pekerjaan anda tuntas sampai titik penghabisan.
Kuil Wat Po atau lengkapnya
Wat Phra Chettuphon Wimon Mangkhlaram Ratchaworamahawihan, merupakan komplek perubadatan yang menggambarkan 10 tahap kehidupan Budha. Karena itu di bagian lain dari ruang utama itu, ada ruangan lain yang menggambarkan Budha ketika masih muda. Di tempat ini banyak yang berdoa, atau sekedar duduk bersila. Suasananya lebih spiritual di sini daripada di tempat lain.
Selesai berkeliling, kami menuju sekolah Thai Masage. Kalau mau masage di sini harus antri dan bayar 480 bath/jam. Semula kami ikut antri. Dapat nomer 61-74. Salah seorang kawan mengusulkan cari makan dulu, akhirnya kami harus keluar dari komplek kuil, mencari sesuap nasi....
Saat mencari sesuap nasi itu tiba-tiba (hahaha lebay dikit ya biar seperti buku dongeng atau sandiwara radio), kami membaca tempat thai masages. Maka setelah makan siang, kami tak kembali ke kuil, tapi pijat di tempat itu. Jelas tempatnya lebih enak dan nyaman dibanding di sekolah pijat dalam kuil. Dan harganya lebih murah 60 bath. Saya sampai ketiduran karena enaknya merasakan pijatan.
Selesai urusan pijat memijat, kami berencana ke Mah Boon kaan, pusat perbelanjaan yang katanya menjual barang apa saja dengan harga murah. Dari Wat Po menuju MBK, begitu biasanya orang menyebut, kami naik taksi dengan menggunakan jurus "supir mati kutu" itu jurusan original yang kami rumuskan. Jurusnya sederhana saja kok, panggil taksi, minta tarif menggunakan taxi meter/argometer, lalu buka map. Saya kebetulan menggunakan aplikasi Waze, saya pakai aplikasi itu dengan volume full, jadi sopir taksi tau dengan pasti kalau dia tak bisa menipu kita, karena kita tau persis arah tempat yang mau kita tuju. Terima aksih mbak Wulan, tipsnya sangat bermanfaat. Dan biaya taksi dari Wat Po ke MBK yang berjarak sekitar 6 km, hanya 87 bath, kalo taksi tembak/tanpa argo bisa bayar 150 sampai tak terhingga, tergantung nasib buruk anda hahaha.
Dan benar MBK itu pusat perbelanjaan yang akan memanjakan anda tapi membahayakan nasib tabungan. Harganya memang relatif murah, dan lengkap.
Tidak terasa kami putar-putar Wat Po, plus makan malam, sejak jam 4 sore sampai jam 9 malam.
Masih belum puas, kami menuju Pat Pong Night Market. Ini wilayah unik, semua hal diperdagangkan, termasuk perdagangan syahwat☺😊. Kalau bisa menawar, di tempat ini harganya bisa lebih murah dari MBK. O ya dari MBK ke Pat Pong yang jaraknya kurang dari 2 km, kami pakai Tuk Tuk, kendaraan khas Thailand, bayarnya 100 bath. Hahaha ini unik juga, kalau anda bilang ke sopir tuk tuk anda akan ke Pat Pong yang sex show, sang sopir akan mematok harga tinggi, paling tidak 150 bath. Tapi kalau ke night market, maksimal 100 bath.
Hmmmm Pat Pong, ini legenda yang banyak diburu turis. Tapi bagi kami biasa aja, bukan sesuatu yang penting. Kami melihat barang-barang yang diperdagangkan, souvenir atau fashion. Sambil sesekali melirik ke dalam bar/diskotik... tempat perdagangan yang lain. Tapi "perdagangan yang lain" itu tak menggugah minat kami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar